Pengertian
e-learning pada umumnya terfokus pada cakupan media atau teknologinya.
E-learning menurut Gilbert & Jones dalam Surjono (2007) adalah suatu
pengiriman materi pembelajaran melalui suatu media elektronik, seperti internet,
intranet/ekstranet, satelite broadcast, audio/video, TV interaktif, CD-ROM dan
computer based training (CBT). E-learning juga diartikan sebagai seluruh
pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN atau Internet)
untuk membantu interaksi dan penyampaian materi selama proses pembelajaran
(Kumar, 2006). Urdan dan Weggen menyatakan e-learning sebagai suatu pengiriman
materi melalui semua media elektronik, termasuk internet, intranet, siaran
radio satelit, alat perekam audio/video, TV interaktif, dan CD-ROM (Anderson,
2005).
Pengertian
e-learning berbeda dengan pembelajaran secara online (online learning) dan
pembelajaran jarak jauh (distance learning). Online learning merupakan bagian
dari e-learning, hal ini seperti yang dinyatakan oleh Australian National
Training Authority bahwa e-learning merupakan suatu konsep yang lebih luas
dibandingkan online learning, yaitu meliputi suatu rangkaian aplikasi dan
proses-proses yang menggunakan semua media elektronik untuk membuat pelatihan
dan pendidikan vokasional menjadi lebih fleksibel. Online learning merupakan
suatu pembelajaran yang menggunakan internet, intranet dan ekstranet, atau
pembelajaran yang menggunakan jaringan komputer yang terhubung secara langsung
dan luas cakupannya (global). Sedangkan distance learning, cakupannya lebih
luas dibandingkan e-learning, yaitu tidak hanya melalui media elektronik tetapi
bisa juga menggunakan media non-elektronik. Distance learning lebih menekankan
pada ketidakhadiran pendidik setiap waktu. Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan secara umum e-learning dapat diartikan sebagai pembelajaran yang
memanfaatkan atau menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. E-learning
adalah kegiatan belajar yang menggunakan internet yang dapat dikombinasikan dengan
kegiatan tatap muka yang ada di lembaga pendidikan.
Penerapan
e-learning banyak variasinya, karena perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang cepat. Surjono (2007), menekankan penerapan e-learning pada
pembelajaran secara online dan dibagi menjadi dua yaitu sederhana dan terpadu.
Penerapan e-learning yang sederhana hanya berupa kumpulan bahan pembelajaran
yang dimasukkan ke dalam web server dan ditambah dengan forum komunikasi
melalui e-mail dan atau mailing list (milist). Penerapan terpadu yaitu berisi
berbagai bahan pembelajaran yang dilengkapi dengan multimedia dan dipadukan
dengan sistem informasi akademik, evaluasi, komunikasi, diskusi, dan berbagai
sarana pendidikan lain, sehingga menjadi portal e-learning. Pembagian tersebut
di atas berdasarkan pada pengamatan dari berbagai sistem pembelajaran berbasis
web yang ada di internet. Nedelko (2008), menyatakan ada tiga jenis format
penerapan e-learning, yaitu:
a. Web Supported e-learning, yaitu pembelajaran tetap dilakukan
secara tatap muka dan didukung dengan penggunaan website yang berisi rangkuman
tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, tugas, dan tes singkat
b. Blended or mixed mode e-learning, yaitu sebagaian proses
pembelajaran dilakukan secara tatap muka dan sebagian lagi dilakukan secara
online
c. Fully online e-learning format, yaitu seluruh proses
pembelajaran dilakukan secara online termasuk tatap muka antara pendidik dan
peserta didik juga dilakukan secara online yaitu dengan menggunakan
teleconference.
Nedelko
(2008), menjelaskan beberapa karakteristik peserta didik yang dapat
mempengaruhi dari keberhasilan e-learning:
1) Mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan
komputer dan TIK lainnya, karena e-learning didukung oleh penggunaan komputer
dan peralatan TIK.
2) Motivasi untuk belajar, peserta didik harus mempunyai
kesadaran untuk mempelajari bahan dan materi yang telah diberikan guru, bukan
hanya belajar ketika di kelas saja.
3) Disiplin, peserta didik harus disiplin untuk belajar,
mengerjakan tugas, dan menentukan waktu dan tempat untuk belajar.
4) Mandiri, kemandirian peserta didik mutlak diperlukan di
dalam e-learning, karena tidak setiap saat antara peserta didik dan pendidik
dapat bertatap muka. Pembelajaran tatap muka lebih bersifat sebagai diskusi
antara peserta didik dengan pendidik, bukan sebagai transfer pengetahuan saja.
5) Mempunyai ketertarikan terhadap e-literatur, karena hampir
semua materi pembelajaran disajikan secara online ataupun melalui media
elektronik.
Fungsi dan Tujuan e-Learning
1. Fungsi
e-Learning
e-Learning
sebagai suatu model pembelajaran yang baru memiliki beberapa fungsi terhadap
kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction). Siahaan dalam
Kamil (2010), memaparkan fungsi e-Learning tersebut sebagai berikut:
a.
Suplemen; Dikatakan berfungsi
sebagai suplemen atau tambahan apabila peserta didik mempunyai kebebasan
memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak.
b.
Komplemen; Dikatakan berfungsi
sebagai komplemen atau pelengkap apabila materi pembelajaran elektronik
diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam
kelas (Lewis: 2002).
c.
Substitusi; Beberapa perguruan
tinggi di negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan
pembelajaran/perkuliahan kepada para mahasiswanya. Tujuannya agar para
mahasiswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai
dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa.
2. Tujuan
e-Learning
Tujuan e-Learning adalah untuk meningkatkan daya serap dari para pembelajar
atas materi yang diajarkan, meningkatkan partisipasi aktif dari para
pembelajar, meningkatkan kemampuan belajar mandiri, dan meningkatkan
kualitas materi pembelajaran. Diharapkan dapat merangsang pertumbuhan inovasi
baru para pembelajar sesuai dengan bidangnya masing-masing. e-Learning
merupakan alternatif pembelajaran yang relatif baru untuk menunjang keberhasilan
proses belajar mengajar dengan menggunakan berbagai fasilitas teknologi
informasi, seperti teknologi komputer baik hardware maupun software, teknologi
jaringan seperti local area network dan wide area network, dan teknologi
telekomunikasi seperti radio, telepon, dan satelit. Salah satu bagian dari
kegiatan e-Learning yang menggunakan fasilitas internet adalah distance
learning, merupakan suatu proses pembelajaran, dimana pengajar dan pembelajar
tidak ada dalam satu ruangan kelas secara langsung pada waktu tertentu; artinya
kegiatan proses belajar mengajar dilakukan dari jarak jauh atau tidak dalam
satu ruangan kelas.
Model-Model e-Learning
Berdasarkan
definisi dari ASTD, e-Learning bisa dibagi ke dalam empat model, yaitu:
1. Web-Based Learning (Pembelajaran
Berbasis Web)
Pembelajaran berbasis web merupakan “sistem
pembelajaran jarak jauh berbasis teknologi informasi dan komunikasi dengan
antarmuka web” (Munir 2009:231). Dalam pembelajaran berbasis web, peserta didik
melakukan kegiatan pembelajaran secara online melalui sebuah situs web.
Merekapun bisa saling berkomunikasi dengan rekan-rekan atau pengajar melalui
fasilitas yang disediakan oleh situs web tersebut.
2. Computer-Based Learning
(Pembelajaran Berbasis Komputer)
Secara
sederhana, pembelajaran berbasis komputer bisa didefinisikan sebagai kegiatan
pembelajaran mandiri yang bisa dilakukan oleh peserta didik dengan menggunakan
sebuah sistem komputer. Rusman (2009: 49) mengemukakan bahwa pembelajaran
berbasis komputer merupakan “... program pembelajaran yang digunakan dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan software komputer yang berisi tentang
judul, tujuan, materi pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.”
3. Virtual Education (Pendidikan
Virtual)
Berdasarkan definisi dari Kurbel (2001),
istilah pendidikan virtual merujuk kepada suatu kegiatan pembelajaran yang
terjadi di sebuah lingkungan belajar di mana pengajar dan peserta didik
terpisah oleh jarak dan/atau waktu. Pihak pengajar menyediakan materi-materi
pembelajaran melalui penggunaan beberapa metode seperti aplikasi LMS,
bahan-bahan multimedia, pemanfaatan internet, atau konferensi video. Peserta
didik menerima mater-materi pembelajaran tersebut dan berkomunikasi dengan
pengajarnya dengan memanfaatkan teknologi yang sama.
4. Digital Collaboration (Kolaborasi
Digital)
Kolaborasi digital adalah suatu kegiatan di
mana para peserta didik yang berasal dari kelompok yang berbeda (kelas, sekolah
atau bahkan negara bekerja) bersama-sama dalam sebuah proyek/tugas, sambil
berbagi ide dan informasi dengan seoptimal mungkin memanfaatkan teknologi
internet.
Kelebihan
& Kekurangan e-Learning
e-Learning
memiliki kelebihan tersendiri bila
dipandang sebagai sebuah alternatif untuk model pembelajaran konvensional.
Lebih lanjut, Riyana (2007: 22) menyebutkan kelebihan-kelebihan tersebut
sebagai berikut:
1. Interactivity (Interaktifitas); tersedianya jalur komunikasi yang lebih
banyak, baik secara langsung (synchronous), seperti chatting atau
messenger atau tidak langsung (asynchronous), seperti forum, mailing
list atau buku tamu.
2. 2.
Independency (Kemandirian); fleksibilitas dalam aspek penyediaan waktu,
tempat, pengajar dan bahan ajar. Hal ini menyebabkan pembelajaran menjadi lebih
terpusat kepada siswa (student-centered learning).
3. Accessibility (Aksesibilitas);
sumber-sumber belajar menjadi lebih mudah diakses melalui pendistribusian di
jaringan Internet dengan akses yang lebih luas daripada pendistribusian sumber
belajar pada pembelajaran konvensional.
4. Enrichment (Pengayaan); kegiatan pembelajaran, presentasi materi kuliah
dan materi pelatihan sebagai pengayaan, memungkinkan penggunaan perangkat
teknologi informasi seperti video streaming, simulasi dan animasi.
Adapun kekurangan e-Learning, diantaranya:
1. Untuk
sekolah tertentu terutama yang berada di daerah, akan memerlukan investasi yang
mahal untuk membangun e-Learning ini.
2. Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar
yang tinggi cenderung gagal.
3. Keterbatasan
jumlah komputer yang dimiliki oleh sekolah akan menghambat pelaksanaan
e-Learning.
4. Bagi orang yang
gagap teknologi, sistem ini sulit untuk diterapkan.
5. Materi tidak
sesuai dengan umur pebelajar.
6. Pemanfaatan
hak cipta untuk tugas-tugas sekolah.
7. Perkembangan
yang tidak terprediksikan.
8. Pengaksesan
yang memerlukan sarana tambahan.
9. Kecepatan
mengakses yang tidak stabil.
10. Kurangnya
pengontrolan kualitas.
Pengembangan
Pengembangan bahan ajar berbasis e-learning dengan materi
hidrokarbon dan minyak bumi ini didasarkan pada model pengembangan yang
direkomendasikan oleh Thiagarajan (1974), yakni 4D-Model yang terdiri dari
pembatasan (define), perencanaan (design), pengembangan (develop), dan
penyebarluasan (disseminate).
1. Tahap
pendefinisian (define)
Tahap pendefinisian (define) adalah
untuk menentukan dan menegaskan kebutuhan-kebutuhan pembelajaran.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah: (1) analisis ujung depan
yang mengarah pada hasil akhir dari pengembangan yakni berupa bahan ajar
berbasis e-learning, (2) analisis siswa, langkah ini menetapkan subyek pebelajar
dan sasaran belajar siswa yaitu siswa kelas X semester 2 dengan materi pokok
senyawa hidrokarbon dan minyak bumi dengan karakter siswa yang telah mengenal
internet, dan (3) perumusan indikator hasil belajar yang dirumuskan berdasarkan
standar kompetensi dan kompetensi dasar pada kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP). Analisis siswa dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) analisis
tugas dengan mencari literature dan sumber belajar tentang hidrokarbon dan
minyak bumi dan (2) analisis konsep yang dilakukan dengan mengidentifikasi
konsep-konsep utama yang akan dipelajari.
2. Tahap
perencanaan (design)
Tahap perencanaan (design) meliputi
tiga langkah yaitu: (1) penyusunan tes dengan membuat soal yang bertujuan untuk
mengetahui tingkat pemahaman materi dan keberhasilan siswa dalam memahami
materi dalam bahan ajar, (2) pemilihan media untuk mendapatkan media yang tepat
sesuai dengan perkembangan era teknologi yang sedang berlangsung, yaitu media
internet, dan (3) perancangan awal yang meliputi membaca buku teks yang
relevan, menulis bahan ajar, adaptasi bahan ajar, konsultasi secara intensif
dengan dosen pembimbing.
3. Tahap
pengembangan (develop)
Pada tahap pengembangan (develop)
langkah- langkah yang dilakukan adalah:
(1) konsultasi dengan pembimbing yang bertujuan untuk
merancang dan menyusun media dan instrumen yang akan dipakai dalam penelitian,
(2) validasi yang merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data
tentang nilai yang diperoleh dari validator,
(3) analisis hasil validasi, hasil validasi dianalisis
sesuai dengan penilaian, saran, dan kritik dari validator,
(4) revisi bahan ajar berbasis e-learning yang bertujuan
untuk menyempurnakan bahan ajar yang akan digunakan, dan
(5) uji coba terbatas, tujuan uji coba ini hanya untuk
mengetahui kelayakan dari produk pengembangan yakni bahan ajar berbasis
e-learning.
4. Tahap
penyebarluasan (disseminate)
Tahap keempat yaitu penyebarluasan
(disseminate) merupakan tahap penggunaan bahan ajar yang telah dikembangkan
pada skala yang lebih luas. Tahap ini bertujuan untuk menguji efektivitas
penggunaan bahan ajar berbasis e-learning hasil pengembangan. Dalam
pengembangan ini, tahap penyebarluasan (disseminate) tidak dilakukan karena pertimbangan
keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya. Selain itu, disesuaikan dengan tujuan
pengembangan bahan ajar berbasis e-learning yakni untuk mengetahui kelayakan
bahan ajar bukan untuk mengukur prestasi belajar siswa.
permasalahan :